Wednesday, June 10, 2020
Kita memang diajarkan untuk selalu bersyukur.
Tapi, apakah boleh sesekali kita mengasihani diri sendiri?
Bukannya masing-masing orang memang diberi ujian?
Dan bukankah kita tidak bisa menghakimi mana ujian yang lebih sulit dari yang lain?
Apa iya Tuhan memberi level ujian?
Kenapa tidak diasumsikan bahwa Tuhan bukan memberi level, melainkan diberi-Nya ujian berdasarkan kemampuan.
Bukan kemampuan yang bisa diperbandingkan satu sama lain.
Tapi kenapa diri ini rasanya masih tidak bisa terima bahwa diri ini seperti tidak diberi ujian dengan melihat sekitar yang sepertinya ujiannya lebih berat dari kita?
Lalu diri kita mengecilkan masalah kita sendiri dengan membandingkan bahwa ujian orang lain lebih sulit?
Padahal yang satu ujian matematika, satunya ujian musik?
Bolehkan Tuhan untuk sesekali menangis karena masalah yang dianggap sepele ini?
Tapi, apakah boleh sesekali kita mengasihani diri sendiri?
Bukannya masing-masing orang memang diberi ujian?
Dan bukankah kita tidak bisa menghakimi mana ujian yang lebih sulit dari yang lain?
Apa iya Tuhan memberi level ujian?
Kenapa tidak diasumsikan bahwa Tuhan bukan memberi level, melainkan diberi-Nya ujian berdasarkan kemampuan.
Bukan kemampuan yang bisa diperbandingkan satu sama lain.
Tapi kenapa diri ini rasanya masih tidak bisa terima bahwa diri ini seperti tidak diberi ujian dengan melihat sekitar yang sepertinya ujiannya lebih berat dari kita?
Lalu diri kita mengecilkan masalah kita sendiri dengan membandingkan bahwa ujian orang lain lebih sulit?
Padahal yang satu ujian matematika, satunya ujian musik?
Bolehkan Tuhan untuk sesekali menangis karena masalah yang dianggap sepele ini?
I have tried. But I'm lost.
Bagaimana bisa aku masih menemukanmu di dalam khayalku.
Tuhan tahu ini salah.
Akupun.
Aku mencoba yang lain, tapi nyaliku kecil.
Aku bukan orang hebat.
Hak istimewa pun tak punya.
Lantas apa yang bisa kutawarkan.
Aku benci kata andai. Terlalu bodoh mengandai-andai.
Tapi apa daya jika itu yang selalu kulakukan.
Ingin marah, tapi lupa apa alasannya.
Ah. Aku. Kenapa harus aku.
Bagaimana bisa aku masih menemukanmu di dalam khayalku.
Tuhan tahu ini salah.
Akupun.
Aku mencoba yang lain, tapi nyaliku kecil.
Aku bukan orang hebat.
Hak istimewa pun tak punya.
Lantas apa yang bisa kutawarkan.
Aku benci kata andai. Terlalu bodoh mengandai-andai.
Tapi apa daya jika itu yang selalu kulakukan.
Ingin marah, tapi lupa apa alasannya.
Ah. Aku. Kenapa harus aku.
Sunday, June 7, 2020
For those who can apply it on their life, congratulations you win!
But those who still fight to make it real, I'm on your side.
Being single for about 6 yrs is something I still appreciate more that I can stand over all of these problems.
A year after we broke up I still had a feeling that we can reunite, 2 years I kept the trust that he left me just for a while (bcs he said directly that he just wanted to focus on his uni life), 3 years I heard that he got a crush and it wouldn't beat my hope, 4 years I sometimes dreamed about him and prayed to God even he is not the one, let me know he would get what he wants. 5 years I got the news that he already married with his chosen one. So this year am I already accept this condition? Yes I am. But it took many years to let him go.
So, for all broken hearted people over there, cheer up. We just need more times than others.
Subscribe to:
Posts (Atom)