Pertama
Pertama aku mengenalmu. Pertama aku melihatmu. Pertama aku menyapamu. Pertama aku tersenyum ke arahmu
Ketika itu, kulihat kamu yang polos dan lugu. Dengan sedikit wajah 'bego' tersirat dari raut mukamu. Aneh memang untuk pertama ini
Kedua
Lagi lagi, untuk kedua kalinya aku melihatmu, kedua kalinya aku menyapamu, kedua kalinya aku tersenyum ke arahmu. Walaupun untuk pertama kalinya kamu membalas semua itu
Ketika itu, tak ku lihat wajah yang liar dan nakal seperti teman-teman sebayamu. Kamu tertunduk malu dan membisu, seakan-akan kamu adalah orang yang "baru" di bumi ini. Seakan-akan bumi ini asing untukmu. Adakah yang salah? Kurasa iya. Rasa penasaranku lah yang membuat keadaan itu 'salah' di mataku
Ketiga
Tak kurasa kejenuhan ketika aku 'harus' berulang-ulang melakukan hal itu, menyapa, tersenyum ke arahmu dan melihatmu
Disaat itu pula, ada secercah jawaban dari rasa penasaranku. Ya, mungkin sampai waktu itu aku belum bisa menerima keadaanmu yang seperti itu. Kamu berbeda. Berbeda dari yang lain. Salahkah aku menilaimu seperti itu? Ketika itu mungkin jawabannya adalah 'tidak'
Keempat
Dan aku bergejolak. Tiba-tiba semua itu menemui jawabannya. Apa yang aku pikirkan saat itu
Pertanyaan demi pertanyaan yang sempat memenuhi otakku akhirnya terjawab. Dan aku sudah bisa menganggapmu tidak aneh. Walaupun aku tetap memandangmu 'berbeda' dari yang lain
Kelima hingga ke sekian kalinya
Mungkin tak semua hal yang aku lakukan dari pertama hingga keempat aku lakukan juga disini. Tetapi ada tambahan, aku mulai mencoba mengenalmu
Dan entahlah, semua itu terjadi begitu cepat. Semua pertanyaan, keingintahuan, rasa penasaran yang sempat merasuki otakku. Perlahan sirna dan hilang. Aku mencoba menerima kelebihan dan kekuranganmu. Mungkin, aku terlalu bodoh untuk mengatakan 'ya, aku suka gayamu'. Tapi, itulah yang ketika itu merasuki dan meracuni otakku
Ke seratus atau mungkin lebih
Dan keadaannya sudah berbeda dari yang dulu. Ketika aku merasa sangat jauh berbeda darimu. Saat aku merasa tidak akan bisa menjalin pertemanan denganmu. Semua itu musnah! Kamu berubah, tidak lagi kamu yang diam. Tak ada lagi kamu yang malu. Hanya ada kamu yang selalu membuatku terbahak-bahak
Tetapi saat itu juga, aku mulai merasa kehilanganmu. Kehilangan kamu yang selalu membuatku penasaran. Kehilanganmu yang dulu selalu mau dan patuh apa yang 'mama' suruh. Apa yang 'mama' mau. Miris, ya. Melihatmu yang mulai liar tanpa kendali. Melihatmu yang seakan-akan berkata pada mamamu 'Ini mah, anakmu. Udah gede Mah! Udah gak kayak bayi lagi, udah gak bisa mamah suruh-suruh lagi'
Kamu B-E-R-U-B-A-H! Kamu mulai berani berbohong, ingkar, menentang kepada 'mama'mu sendiri! Aku tak tau, apakah karena pola pikirmu yang berubah, atau karena lingkungan?
Dan saat ini juga, aku menangis melihat keadaanmu. Kamu yang terlalu besar derajat perubahannya. Kamu yang mulai merajut hitam untuk hidupmu. Tapi, apa dayalah aku. Aku bukan siapa-siapa. Aku tak berani menegur kesalahanmu. Aku tak berani menceritakan kekecewaanku. Hanya rasa bersalah yang kupendam karena tak berhasil merubahmu menjadi seperti waktu pertama
Maafkan aku, aku tak berhasil mencegahmu masuk ke lubang hitam itu. Tapi, aku yakin suatu saat pasti akan ada yang bisa menolongmu dari lubang hitam itu. Dan akan merubahmu menjadi kamu yang putih, seputih kapas. Aku yakin :')
Azizah N I
Pertama aku mengenalmu. Pertama aku melihatmu. Pertama aku menyapamu. Pertama aku tersenyum ke arahmu
Ketika itu, kulihat kamu yang polos dan lugu. Dengan sedikit wajah 'bego' tersirat dari raut mukamu. Aneh memang untuk pertama ini
Kedua
Lagi lagi, untuk kedua kalinya aku melihatmu, kedua kalinya aku menyapamu, kedua kalinya aku tersenyum ke arahmu. Walaupun untuk pertama kalinya kamu membalas semua itu
Ketika itu, tak ku lihat wajah yang liar dan nakal seperti teman-teman sebayamu. Kamu tertunduk malu dan membisu, seakan-akan kamu adalah orang yang "baru" di bumi ini. Seakan-akan bumi ini asing untukmu. Adakah yang salah? Kurasa iya. Rasa penasaranku lah yang membuat keadaan itu 'salah' di mataku
Ketiga
Tak kurasa kejenuhan ketika aku 'harus' berulang-ulang melakukan hal itu, menyapa, tersenyum ke arahmu dan melihatmu
Disaat itu pula, ada secercah jawaban dari rasa penasaranku. Ya, mungkin sampai waktu itu aku belum bisa menerima keadaanmu yang seperti itu. Kamu berbeda. Berbeda dari yang lain. Salahkah aku menilaimu seperti itu? Ketika itu mungkin jawabannya adalah 'tidak'
Keempat
Dan aku bergejolak. Tiba-tiba semua itu menemui jawabannya. Apa yang aku pikirkan saat itu
Pertanyaan demi pertanyaan yang sempat memenuhi otakku akhirnya terjawab. Dan aku sudah bisa menganggapmu tidak aneh. Walaupun aku tetap memandangmu 'berbeda' dari yang lain
Kelima hingga ke sekian kalinya
Mungkin tak semua hal yang aku lakukan dari pertama hingga keempat aku lakukan juga disini. Tetapi ada tambahan, aku mulai mencoba mengenalmu
Dan entahlah, semua itu terjadi begitu cepat. Semua pertanyaan, keingintahuan, rasa penasaran yang sempat merasuki otakku. Perlahan sirna dan hilang. Aku mencoba menerima kelebihan dan kekuranganmu. Mungkin, aku terlalu bodoh untuk mengatakan 'ya, aku suka gayamu'. Tapi, itulah yang ketika itu merasuki dan meracuni otakku
Ke seratus atau mungkin lebih
Dan keadaannya sudah berbeda dari yang dulu. Ketika aku merasa sangat jauh berbeda darimu. Saat aku merasa tidak akan bisa menjalin pertemanan denganmu. Semua itu musnah! Kamu berubah, tidak lagi kamu yang diam. Tak ada lagi kamu yang malu. Hanya ada kamu yang selalu membuatku terbahak-bahak
Tetapi saat itu juga, aku mulai merasa kehilanganmu. Kehilangan kamu yang selalu membuatku penasaran. Kehilanganmu yang dulu selalu mau dan patuh apa yang 'mama' suruh. Apa yang 'mama' mau. Miris, ya. Melihatmu yang mulai liar tanpa kendali. Melihatmu yang seakan-akan berkata pada mamamu 'Ini mah, anakmu. Udah gede Mah! Udah gak kayak bayi lagi, udah gak bisa mamah suruh-suruh lagi'
Kamu B-E-R-U-B-A-H! Kamu mulai berani berbohong, ingkar, menentang kepada 'mama'mu sendiri! Aku tak tau, apakah karena pola pikirmu yang berubah, atau karena lingkungan?
Dan saat ini juga, aku menangis melihat keadaanmu. Kamu yang terlalu besar derajat perubahannya. Kamu yang mulai merajut hitam untuk hidupmu. Tapi, apa dayalah aku. Aku bukan siapa-siapa. Aku tak berani menegur kesalahanmu. Aku tak berani menceritakan kekecewaanku. Hanya rasa bersalah yang kupendam karena tak berhasil merubahmu menjadi seperti waktu pertama
Maafkan aku, aku tak berhasil mencegahmu masuk ke lubang hitam itu. Tapi, aku yakin suatu saat pasti akan ada yang bisa menolongmu dari lubang hitam itu. Dan akan merubahmu menjadi kamu yang putih, seputih kapas. Aku yakin :')
Azizah N I
No comments:
Post a Comment